Esensi Pers Mahasiswa
Mahasiswa memiliki satu peran besar dalam sebuah instansi bernamakan kampus. Selain kewajibannya untuk terus menimba ilmu sebagai bekal membangun bangsa, berorganisasi pun kini menjadi pilihan penyeimbang bagi sebagian besar mahasiswa. Salah satu organisasi yang cukup banyak menarik perhatian serta berkembang adalah pers mahasiswa.
Menurut Vikra Alizanovic, Pemimpin Umum Badan Pers Bulaksumur UGM, Pers Mahasiswa, sering disingkat persma adalah sebuah organisasi yang menaungi mahasiswa untuk menuangkan ide-ide terbaru yang faktual dan mengandung urgensi. Kritik membangun sebagai tanggapan atas masalah yang terjadi kerap menjadi hasil diskusi dalam organisasi ini. Persma sendiri memiliki tugas dan peran yaitu sebagai agen pembawa perubahan. Hal ini senada dengan penuturan salah satu dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Revrisond Baswir. “Peran persma itu bukan cuma membesar-besarkan masalah, tapi harus bisa memanifestasikan suatu masalah,” tuturnya.
Revrisond beranggapan bahwa saat ini, peran persma tidak lagi memenuhi peran yang seharusnya. Berbalik melihat ke zaman awal kemunculan persma, saat zaman rezim pemerintah Soeharto, perannya saat itu adalah menjadi organisasi garda depan sebagai pihak “lawan” bagi rezim pemerintahan kala itu. “Memang tidak mungkin membandingkan posisi persma yang dulu dengan yang sekarang, namun ada baiknya persma sekarang juga memiliki posisi.” Revrisondmenambahkan, “Posisi ini yang nanti menetukan bagaimana warna persma itu sendiri.”
Berbicara tentang persma memaksa kita mengingat kembali bagaimana persma pada zaman rezim pemerintahan Soeharto. Sejarah awal terbentuknya persma dipicu dengan adanya “musuh bersama” bagi mahasiswa pada saat itu, yaitu tirani pemerintahan Soeharto. Banyaknya pembredelan media dan juga majalah yang diberangus menjadi salah satu memori yang melekat di ingatan. “Dengar cerita dari para alumni dulu ada anggota Bulaksumur yang sempat ditembaki oleh tentara,” ujar Vikra Alizanovic.
Adanya musuh bersama membuat persma zaman pemerintahan Soeharto memiliki keterikatan pemberitaan dengan tema-tema besar. Dengan kata lain, mereka memiliki “posisi”. “Dulu persma jadi garda depan saat pers umum gak berani,” ujar Revrisond. Sebagai mantan anggota persma, ia menuturkan bahwa dulu persma adalah organisasi yang progresif, termasuk juga persma UGM. Akibatnya, persma UGM sempat diberangus oleh rektor saat itu.
Profesionalisme, kata Revrisond, menjadi pembeda antara persma zaman pemerintahan Soeharto dengan yang sekarang. Perbedaan yang mencolok ditunjukkan dengan jenis tulisan yang dibuat. Persma zaman pemerintah Soeharto lebih menekankan pada pemberitaan yang bersifat berseberang dengan rezim pemerintah. Namun, persma sekarang lebih ke arah penulisan jurnal dan juga pemberitaan dengan topik yang berpindah-pindah.
Tidak adanya musuh bersama saat ini bukan berarti membuat peran persma menjadi tidak penting. Persma akhir-akhir ini lebih berperan sebagai wadah bagi mahasiswa yang ingin berproses dalam gerakan pers. “Persma juga dinilai sebagai “mercusuar” pemberitaan yang memberikan informasi faktual,” ujar Vikra. Tuntutan bagi anggota persma untuk tetap berpikir kritis pun menjadi salah satu bentuk manfaat persma dalam mengembangkan anak bangsa.
Vikra mengatakan bahwa sifat kritis sangat penting. Kritis dalam melihat kejadian atau informasi penting dapat menjadikan persma sebagai suatu organisasi yang bermanfaat dan berpengaruh. Persma juga dituntut untuk memiliki kejelasan nilai dan tema dalam membawakan berita.
Sebagai sebuah organisasi, persma memiliki esensi sebagai sebuah wadah pers bagi mahasiswa. Walau persma sekarang belum seratus persen dalam memenuhi esensinya, namun Vikra berpendapat bahwa esensi suatu persma itu tergantung dari takarannya. “Apakah takarannya itu suatu prestasi atau yang lain.” jelas Vikra. Esensi persma masa kini diharapkan dapat memperkaya sudut pandang mahasiswa serta memiliki konsistensi dalam membuat berita.
Lain halnya menurut Revrisond, ia berpendapat bahwa esensi persma yang sekarang mulai menurun. Persma yang sekarang tidak memiliki “posisi”. Mereka hanya mengangkat topik-topik kecil, yang lalu kehilangan warna dari esensi tersebut.
Walau demikian, pelaksanaan peran persma saat kini sudah dinilai baik. Sepak terjang persma sebagai wadah mahasiswa yang menyampaikan aspirasi dinilai cukup bagus. Persma selalu memiliki sudut pandang yang berbeda dari lembaga kemahasiwaan lainnya. “Persma bisa melihat masalah-masalah di kampus yang tidak tampak oleh mahasiswa-mahasiswa pada umumnya,” tutur M. Ibnu Thorikul Aziz, mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UGM. Ia juga menambahkan setelah melihat dari sudut pandang persma, lembaga kemahasiswaan lain seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB menyadari adanya masalah yang harus diselesaikan.
Penjelasan Ibnu secara tidak langsung menyatakan bahwa persma cukup didengar oleh mahasiswa dan lembaga kemahasiswaan lain. Persma mencoba menjadi penyulut “api”. Mereka mempertimbangkan masalah apa yang bisa menarik perhatian serta memicu sudut pandang setiap mahasiswa. Bukti lain bahwa persma dirasakan eksistensinya adalah mahasiswa masih mengundang persma untuk meliput acara kampus maupun fakultas.
Sebagai sebuah organisasi, persma menjadi wadah bagi anggotanya untuk berbagi kritik serta sudut pandang. Keterampilan dalam menulis artikel, wawancara serta teknik pembuatan layout dan fotografi pun diasah seiring memroduksi media cetak maupun digital. Semua proses tersebut secara otomatis meningkatkan kemampuan anggota mulai dari kreativitas, pola pikir, kemampuan berbicara, hingga kemampuan dalam bersikap. Lembaga lain selain persma, seperti lembaga eksekutif mahasiswa, juga merasakan manfaatnya yaitu dari bagaimana persma memandang suatu masalah.
Pers mahasiswa saat ini memang memiliki lingkungan lapangan yang berbeda jika dibandingkan dengan persma pada zaman terdahulu. Esensi dari kehadiran persma pun tidak lagi dapat dibandingkan. Meskipun demikian, sebuah organisasi pers mahasiswa tetap memiliki esensi penting ,yaitu pengungkapan informasi yang faktual, mendidik, serta beretika.
Berbagai asa tertuju bagi pers mahasiswa baik dari segi proses maupun output yang mereka hasilkan. Indenpendensi sebagai sifat besar bagi persma diharapkan dapat mendukung terungkapnya informasi faktual dan netral. Membuat opini publik yang bersifat independen serta tanpa adanya afiliasi dari berbagai pihak adalah poin penting bagi persma. (Sofi Nabila, Andi Purnama S., Iman Handi)