Gurih Manisnya Senja Pesisir Depok

                 Semburat jingga emas kembali mewarnai cakrawala senja bumi pertiwi. Para manusia pesisir hilir mudik disana-sini bersiap untuk menghadapi angin malam hari. Mobil yang membawa Tim Equilibrium baru saja melewati gerbang retribusi Pantai Depok, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ketika matahari mulai menyentuh batas cakrawala di sayap barat bumi. Perjalanan menuju pantai diwarnai dengan pemandangan rumah-rumah penduduk yang berderet dan hamparan kebun tanaman cabai.. Ya, tanaman cabai merupakan  satu dari sekian produk tanah penduduk Pantai Depok ketika hamparan laut pun belum  mampu membuat kemauan perut keluarga nelayan tercukupi.

Tak lama kemudian, mobil pun berbelok ke kanan jalan  memasuki  lapangan luas tempat Pasar Ikan Segar Pantai Depok Parangtritis berlokasi. Begitu Tim Equilibirum keluar mobil, dalam sekejap tanpa tedheng aling-aling seorang ibu dating menawarkan jasa masak di warung makannya. “Kalau dimasak sama saya nanti saya beri sayur kangkung gratis,” ujar Sumirah, salah satu pemilik warung makan di Pantai Depok. Menurut seorang nelayan bernama Karyo, keberadaan jasa masak aneka seafood secara langsung di lokasi memang sudah menjadi pemandangan yang umum dijumpai untuk menarik wisatawan pecinta kuliner. Daging ikan yang menjadi bahan utama bisnis tersebut bisa dengan mudah didapat di tempat pelelangan ikan, Pasar Ikan Segar Pantai Depok Parangtritis. “Beli ikannya di pasar situ mbak. Murah dan masih fresh,” imbuh Sumirah.

Pasar Ikan Segar Pantai Depok Parangtritis merupakan bangunan baru yang didirikan oleh pemerintah Bantul pada 2011dalam rangka mengumpulkan dan merapikan para penjaja ikan segar. Sederetan kios kecil yang menjual aneka camilan dan oleh-oleh bertebaran di sekitarnya. Satu diantaranya adalah Pojok Pasar. “Ya soalnya letaknya di pojok pasar, Mbak,” celetuk Siti, si empu kios ketika Tim Equilibrium menanyakan asal dari  keunikan nama kios tersebut.

Mulai dari peyek ikan laut, undur-undur (keong laut), peyek jengking, geplak bantul, kepiting Kalimantan, ikan pari, bahkan ikan hiu dapat kita jumpai di kios ini.  Siti serta merta mempersilahkan Tim Equilibrium untuk mencoba peyek ikan laut dan ikan pari yang menurutnya menjadi menu favorit pengunjung Kemripik”, celetuk  Rani, salah satu pembeli camilan tersebut yang dihargai  seharga Rp 15.000.00 tiap seperempat kilogramnya. Berbagai peyek olahan yang sudah dibungkus  juga menjadi andalan Pojok Pasar  dengan harga yang relatif murah. “Itu 10.000 enam. Enam bungkus,” sahut siti.

Macam-macam makanan laut ini, cerita Siti, merupakan hasil olahan Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Pantai Depok setiap pagi pukul 6. Gorengan-gorengan ikan gurih hasil olahan KUB kemudian dijajakan dengan harga berkisar antara Rp40.000,00 hingga Rp100.000,00. Harga tersebut bukan sebuah masalah bagi pengunjung. Terbukti, rata-rata penjualan di Pojok  Pasar mampu mencapai setengah kuintal per hari, terutama di hari Sabtu dan Minggu.

Pamit dengan Siti , Tim Equilibrium menuju Pasar Ikan Segar Pantai Depok Parangtritis yang mulai terang benderang oleh jejeran lampu neon. Kesibukan di dalam pasar tersebut langsung terlihat. Rentetan celotehan pedagang bergaung memenuhi seisi bangunan. Seorang pedagang mengacung-acungkan cumi kepada calon pembeli, sedangkan pedagang di sebelahnya sibuk memotong ikan.

Di dalam pasar, Tim Equilibrium bertemu dengan Eni,  seorang pedagang ikan yang telah berjualan di Pasar Ikan Segar Pantai Depok Parangtritis selama tujuh tahun. Sembari melakukan pekerjaannya, ia menjelaskan berbagai macam makhluk laut  yang bertengger di kiosnya : cakalang, tenggiri,tuna,kakap, kerang merah, kepiting, udang, dan cumi-cumi. Ada juga beberapa jenis ikan yang hanya bisa diperoleh di musim tertentu seperti ikan bawal dan layur putih. Sebagian besar ikan yang dijual tersebut bukanlah hasil asli dari Pantai Depok melainkan kiriman dari Cilacap. ”Yang asli sini tengiri dan cakalang,’’ tutur Eni. Eni juga menuturkan bahwa sistem harga di Pasar Ikan Depok mengikuti aturan yang ditetapkan juragan ikan dari Semarang. “Kalau mahal, sini mahal. Kalau turun, sini turun.”

Menurut Eni, salah satu  ikan favorit yang tak pernah luput dari incaran pembeli adalah ikan cakalang. Dengan harga Rp20.000,00, lima ekor ikan cakalang berukuran sedang sudah di tangan. Daging lembut ikan tersebut  tersebut siap untuk disihir oleh tangan-tangan warga lokal di warung makan sekitar. Ya,  Begitulah bisnis kuliner di Pantai Depok. Di warung makan, Ikan mentah yang dibeli di pasar akan menjadi hidangan khas Depok begitu dicampur dengan bumbu jitu kuliner Jawa.

Tak jauh dari Pasar Ikan, dapur warung makan “Yumna” jadi markas Sumirah dalam melakukan sihirnya yang dihargai Rp10.000,00 per kilogram daging seafood. Deretan tungku berlatar dinding menghitam oleh bakaran kayu dan arang memberi nuansa unik saat Tim Equilibrium dipersilahkan masuk oleh Sumirah. “Cakalang enak Mbak. Durinya cuma di tengah,” ujar si koki, Sumirah, sembari membuang sisik ikan cakalang mentah yang telah Tim Equilibrium beli. Di sampingnya ,untaian bawang merah menggantung bersanding dengan lampu putih di bawah atap yang menadahi warung dari hujan rintik. “Itu digantung biar awet,” terangnya. Betapa unik cara Sumirah menyimpan ramuannya. Ia tahu yang terbaik untuk menciptakan kelezatan kuliner dengan menggunakan bumbu-bumbu andalannya seperti garam, ketumbar, kunyit, bawang putih, jeruk nipis, dan jahe .

 

Dalam kurun waktu dua puluh menit, sebakul nasi hangat, lima ikan cakalang bakar manis, sayur kangkung (sesuai janji Sumirah), serta es kelapa muda terhidang di tas meja. Ikan cakalang dengan balutan kecap manis begitu menggoda untuk diicip pertama kali. Membelah dagingnya yang tebal menimbulkan kepulan asap hangat lain yang menerpa wajah. Lembutnya serat-serat daging membuat bumbu-bumbu racikan Sumirah langsung meresap begitu terasa di lidah.  “Saya suka karena rasa amisnya nggak kerasa mbak,” komentar Tuti, salah seorang pengunjung, “jadi tidak bikin mual.”

Sebagai penutup, Tuti memilih es kelapa muda utuh seharga Rp10.000,00. Tuti menuturkan bahwa masakan di Pantai Depok menjadi enak karena ikannya yang masih fresh. Kemampuan pengolahan ikan dari para penjaja warung makan pun menjadi poin plus bagi Tuti. “Suasananya juga enak mbak. Beda sama di kota. Ndak bising”, katanya. Pendatang dari Semarang, Samuel, pun beranggapan makanan menjadi lebih nikmat karena didukung suasana yang nyaman. “Bisa dibilang kita bukan cuma bayar buat ikannya tapi juga bayar pantainya.” (Sofi Nabila dan Iman Handi)

 

 

Dimuat dalam Majalah BPPM Equilibrium edisi 17 tahun 2015: “Hulu Hilir Pariwisata Pesisir”

 

 

Posted: June 8th, 2015
Categories: Uncategorized
Tags:
Comments: No Comments.